Foto : Press Conference Kasus PT Asuransi Jiwasraya " Keadilan. Yang Didambakan Nasabah".
Jakarta - Asuransi Jiwasraya tengah mengalami badai dan mengalami deforce antara kewajiban dan cadangan yang sangat besar (lebih dari Rp 40 T). Pemerintah dan DPR menyetujui dilakukan program “Restrukturisasi” dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 22 T.
Atas nama “Restrukturisasi” tersebut Jiwasraya menawarkan opsi kepada nasabahnya yang pada dasarnya adalah penurunan manfaat.
Diinformasikan bahwa sebagian besar nasabah telah menyetujui restrukturisasi dengan pemikiran apabila menolak nasabah akan lebih dirugikan karena tidak ada kepastian pembayaran.
"Restrukturisasi atas nasabah selain anuitas pensiun mungkin tepat dilaksanakan karena mengacu pada prinsip bisnis dan resikonya. Namun pemberlakuan restrukturisasi terhadap nasabah anuitas pensiunan sangat KELIRU. Selain hal ini berarti MELANGGAR UNDANG UNDANG.
" Juga melanggar moral, etika, keadilan dan keberpihakan kepada rakyat yang sudah tidak berdaya (lansia)," jelas Machril, Perwakilan Nasabah Konsolidasi Nasional Nasabah (KONSOLNAS) Jiwasraya, Machril saat "Press Conference Nasabah Jiwasraya Bancas" di Jakarta pusat, Rabu (15/03).
Menurut Machril, Korban Jiwasraya Yang Tidak Ikut Serta Restrukturisasi terbagi atas kelompok:
1. Menang gugatan status Putusan Pengadilan Inkracht.
2. Masih berproses di Pengadilan Pertama dan Banding.
3. Diam menunggu penyelesaian sesuai rekomendasi BPK.RI dan Janji PSP Jlwasraya yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam LKPP Tahun 2020 dan IHPS1 2021 (Menteri Keuangan akan menunggu hasil putusan pengadilan kasus PTAIS (vonis sudah diserahkan MA ke Jakgung 25 Agustus 2021) dan berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan kewajiban polis asuransi Jiwasraya).
Menurut sumber pejabat Jiwasraya, Nasabah Bancas yang sudah ikut restrukturisasi sekitar 99,01, berarti sangat sedikit sekali dan bukan menjadi masalah jika pihak Jiwasraya menyelesaikannya se segera mungkin.
"Kebanyakan nasabah yang bertahan tidak ikut restrukturisasi adalah karena ketidak fahaman dalam menempuh jalur hukum dan juga kondisi fisik sudah lemah serta paling sakit lagi seluruh uang yang dimiliki disimpan di Jiwasraya," ujarnya.
Memang ada diantara nasabah sadar bahwa tingkat integritasnya tidak diragukan lagi untuk membela dan melindungi Negara dari ulah perlakuan hilangnya kepercayaan publik terhadap Negara dan Harga diri Negara sebagai Negara Hukum dan menjunjung tinggi Supremasi Hukum di Indonesia.
1. Menang gugatan Putusan Pengadilan Inkracht: hukum dan peraturan yang dilanggar yakni: Contempt of Court lebih detailnya adalah Civil Contempt adalah sikap kepatuhan pada peraturan atau perintah pengadilan.
2. Ada 3 (tiga) gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta dan 1(satu) Banding di Pengadilan Tinggi, 1 (satu) di Pengadilan Negeri Surabaya dan hari ini Rabu tanggal 15 Maret 2023 mulai sidang pertama.
3. Menunggu kapan dimulainya langkah awal PSP (pemegang saham pengendali) Menteri Keuangan sebagai wakil Pemerintah untuk memenuhi rekomendasi BPK.RI dan Janji Sri Mulyani Indrawati dalam LKPP Tahun 2020 dan IHS I Tahun 2021 akan menindak lanjuti penyelesaian Nasabah yang existing dan tidak ikut restrukturisasi.
Hal tersebut adalah sesuai amanat Undang Undang Perasuransian nomor 40 Tahun 2014 pasal 15: Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.
"Jika pemerintah tetap pada prinsipnya tidak mau menyelesaikan terhadap Nasabah yang tidak ikut Restrukturisasi berarti Jiwasraya makin dalam terbenam kedalam sumur pelanggaran hukum, hal ini akan menjadi Legacy dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Nasabah pun tidak tinggal diam, kami akan adukan ke PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) karena dua produk Lembaga Dunia yang dilanggar Indonesia, yaitu: mengenai Perlindungan Konsumen dan Hak Asasi Manusia," tegasnya.
"Nasabah Jiwasraya yang memegang putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) belum mendapatkan haknya dari Asuransi Jiwasraya."
Teranyar, ada 5 nasabah yang memiliki inkracht mendatangi Kantor Pusat Jiwasraya guna menagih haknya.
Salah satu nasabah pemegang inkracht bernama Machril mengatakan, sebelum mendatangi Kantor Pusat Jiwasraya, ia telah terlebih dahulu berkirim pesan kepada Direktur Umum Asuransi Jiwasraya.
"Ternyata setelah bertemu dengan Dirut, sangat mengecewakan karena Jiwasraya merasa tidak punya cashflow, tidak ada uang lagi," kata dia kepada Kompas.com Rabu (20/4/2022).
Machril mewakili istrinya Yachiyo Ishibashi yang telah memiliki putusan pengadilan Nomor 05/Pdy.G.S/2021/PN.Jkt.Pst. Dalam putusan tersebut, Jiwasraya sebagai tergugat wajib membayar uang sebesar Rp 500 juta.
Adapun, ia menyebut total ada Rp 1,7 miliar yang harus dibayarkan Jiwasraya kepada 5 pemegang inkracht. Ia memerinci, masing-masing hak yang harus dibayarkan Jiwasraya adalah Rp 500 juta untuk satu orang, lalu 3 orang dengan Rp 350 juta, dan satu orang sebesar Rp 150 juta.
Machril bilang, Jiwasraya telah melewati batas waktu pembayaran. Seharusnya, pemegang putusan pengadilan inkracht dibayar paling lama 30 hari setelah putusan keluar. Sedangkan, putusan pengadilan untuk lima orang ini telah terbit sejak 2 Juni 2021.
"Kami akan melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena mereka melanggar POJK No.69 / Tahun 2016. Pemegang putusan inkracht harus dibayar setelah 30 hari. Ini berarti mereka melanggar hukum," tegas dia.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Angger P. Yuwono mengatakan memang saat ini Jiwasraya tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Ia mengaku telah bertemu dengan beberapa nasabah dan menyampaikan keadaan perusahaan tersebut.
"Atas ketidakmampuan kami dalam membayar, maka opsi yang tersedia hanya menawarkan kembali restrukturisasi seperti sebagian pemegang polis lainnya," kata dia kepada Kompas.com Kamis (21/4/2022). ( Sumber kompas.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar