Polri tengah menyelidiki kasus dugaan kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK terkait putusan capres dan cawapres tersebut. Sebab informasi RPH yang harusnya menjadi rahasia negara justru bocor dan diberitakan oleh banyak media.
Putusan MK menjadi polemic berkepanjangan..?
Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK terkait putusan capres dan cawapres tersebut. Yang seharusnya menjadi sebuah rahasia negara menjadi banyak perbincangan oleh awak media, serta jurnalistik yang menulis tentang hal tersebut, yang menjadi buntut kepanjangan terhadap awak media di luar putusan MK yang bersifat Final & Binding.
Teori Ekonomi Politik - Vincent Moscow
“Political economy is the study of the social relations, particularly the power relations,that mutually constitute the productions, distribution, and consumption of resource, including communication resources”.
(Mosco, 1996:2)
"Laporan sudah kita terima dan saat ini kami sedang melaksanakan penyelidikan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Jumat (17/11/2023). Saat ini, Polri sudah menyelidiki lima saksi. Namun belum diketahui pasti siapa saja saksi-saksi yang diperiksa di Mabes Polri.
Polemik berawal dari Putusan MK..?
Berawal dari putusan MK Adapun informasi kebocoran RPH yang dimaksud adalah RPH dalam penanganan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam perkara tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Catatannya, selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui Pemilu.
Putusan MK ini lantas menuai kontroversi. Sebab sebelum menyidangkan putusan, di hari yang sama, MK telah lebih dulu menolak tiga putusan batas usia minimal capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 pun, tampak empat hakim konstitusi menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Dua hakim di antaranya adalah Saldi Isra dan Arief Hidayat. Dalam dissenting opinion-nya, Saldi Isra mengaku bingung atas putusan itu. Ia mengaku baru pertama kali mengalami peristiwa aneh yang luar biasa sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah Konstitusi pada 11 April 2017, atau sekitar 6,5 tahun lalu.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat. Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023 yang diputuskan ditolak di pagi hari, MK secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentukan undang-undang untuk mengubahnya.
Syamsul Jahidin.,S.I.Kom.S.H.,M.M.
Mahasiswa Magister ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Jakarta
22010600019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar